Tag Archives: mimpi

Pesan Andini Lewat Sebuah Mimpi

Standard

Hari ini aku bermimpi tentang suatu hal, dan didalam mimpi itu aku melihat dua sosok yang sangat – sangat aku kenal, Ibuku dan dia, dia yang dulu pernah kutitipkan sebuah rasa, Andini.

Jauh sebelum aku mendapatkan mimpi itu, tak pernah sedikitpun aku memikirkan Andini sejak kami memutuskan tuk berpisah karna sebuah pertengkaran kecil semasa kami mendewakan ego remaja kami. Entah kenapa, tiba – tiba Andini datang disebuah perayaan kecil keluarga kami. Dimana kedua orang tuaku, kakakku, kami semua sedang bergembira dengan perayaan ulang tahun Ibuku, tiba – tiba aku melihat sosok yang aku kenal, Andini. Dengan balutan kain batik menutupi badan, dan celana jeans biru, Andini terlihat berbeda. Sangat cantik.

Aku senang, Ibuku jauh lebih senang melihat dia datang sendiri ke acara kami.

Sebuah bungkusan kecil diberikan ke Ibuku, dan seketika akupun mendadak canggung. Bukan tidak ada hal yang bisa kuceritakan ke Andini, namun aku hanya kehabisan stok keyakinan, apakah ini nyata? Oh my,.. she’s real.. Andini dihadapan gw.. Aku hanya bisa teriak girang di dalam hati.

“Hi, apa kabar Dit?”, sapa Andini. “Ini bener kamu kan Din?”, tanya gw penasaran. “Duuuh Dit.. kamu putus sama aku dah lama ya? Kayaknya belum deh. Aku keliatan cantik ya?”, tanya Andini. “Iya, kamu terlihat cantik, seperti biasa”, jawab Adit datar.

Oh Tuhaaaaan,.. apa cuma ini yang bisa aku bilang! Enggak! Andini jelas terlihat lebih cantik dari biasanya! Sangat,..sangat,..sangat berbeda! Bantu aku Tuhan,..

Setelah obrolan datar itu, aku sangat yakin kalau itu Andini. Stelan baju batik dan celana jeans dan make up tipis sukses merubah Andini.

Kami tidak lama mengobrol, aku harus keluar sejenak, ada hal yang membutuhkan jawaban dari sambungan telefon diseberang sana.

Sesaat setelah kututup sambungan telefon, kembali aku dibuat diam, membuat mata ini menatap jauh pada tiga objek yang sedang asyik mengobrol, Andini dan kedua orang tuaku.

Apa lagi ini! Seolah mukaku dihujam figure kuat yang kini tak bersamaku, kepalaku berasa dibenturin sangat keras ke tembok beton buat nyadarin aku bahwa sebuah kesalahan dimasa lalu yang harus aku bayar mahal malam ini!

Aku hanya bisa tertunduk lesu melihat kenyataan bahwa Ibuku masih tetap bisa heboh bersama Andini, dan Andini pun memperlakukan kedua orang tuaku sangat baik, seperti ketika kami masih bersama.

Lantas apa? Apa yang bisa aku lakuin!

Seketika aku ngerasain kayak jadi mainan anjing, di lempar pemilik anjing, trus di giigit sama si anjing, begitu seterusnya, sampai aku gak ngerasain sakitnya di lempar dan digigit sama si anjing. Begitu kerennya apa yang aku rasain saat ini, semua begitu sempurna, semua begitu perih, dan semua begitu nyata tentang kenangan Andini ketika dulu.

Mencari alat buat memutar waktu pun semua terasa percuma, dan pilihan paling rasional adalah mungkin mencari lubang semut terbesar yang bisa untuk aku masuk kedalamnya, dan menangis sekeras – kerasnya di sana, agar tak ada seorang pun yang mengetahui apa yang aku rasain saat ini, dan terlebih agar Andini gak tau kalau air mata ini adalah air mata penyesalanku atas kejadian waktu itu yang membuat dia harus menjadi temanku saat ini.

Terharu mungkin yang mungkin bisa kulakukan saat ini, sembari sedikit tersenyum kearahnya melihat keakraban yang di pertontonkan kehadapanku. Dan yah, sesekali aku menyadarkan diri bahwa ini bab baru dari buku tebal kisah aku dan Andini. Tapi aku gak bisa bilang bahwa bab ini adalah bab akhir kisah aku sama Andini, namun bukan berarti aku mengharapkan Andini kembali ke Andini yang dulu. Mustahil.

Sampai akhirnya, disaat aku mengangkat kepala, aku tak melihat sosok Andini disana, dia sudah beralih kesisi yang lain di tempat dimana aku berada. Andini bersama seorang pria, yang kemudian di bawa ke arah ibuku. Mereka berpamitan.

Tak lama kemudian, kulihat Ibu memandang lesu kearahku, dan aku tahu, ini bukan pertanda yang baik. Dan oleh Ibu, aku diberitahu bahwa pria itu adalah pacar baru Andini, yang datang terlambat untuk menjemput Andini, membawa Andini bersama lamunan kenangan masa lalu yang perlahan muncul di hadapanku.

Sebelum Ibu berkata banyak, kupeluk Ibu, dan segera aku meminta maaf padanya. Kupeluk erat beliau, tak kubiarkan sepatah kata keluar dari mulut beliau.

“Bu, aku minta maaf karna melepas gadia yang aku tau, Ibu pun tau, dia cocok buat aku dan keluarga. Maafin aku Bu”

Dan segera kami pun larut dalam tangis, suara tangis memecah keriuhan acara Ibu, suara tangis yang bermula dari penyesalanku melepas sosok kuat bernama Andini bagi keluarga. Ya, Andini telah berlalu. Dia tidak meninggalkan luka bagi kami, sama sekali tidak, yang ada sebaliknya, dia membawa kesan dalam bagi kami, Andini yang mampu menembus lingkaran keluarga kami dengan caranya.

Kuatnya tangisan ini, bikin aku sangat sulit bernafas, hingga pada akhirnya, aku terbangun. Ya semua ini hanya mimpi, hanya mimpi!

Bukan! Ini bukan mimpi! Air mata yang jatuh disaat aku menjalani mimpi masih basah di pipiku, aku seolah yakin keluargaku, Andini, dan juga pria itu hadir, belum lama! Aku pun menangis dalam nyata, meski pada akhirnya aku tau, Ibu, keluargaku, Andini dan juga pria itu tak pernah ada, sekali lagi, itu hanya mimpi!

Tapi mungkinkah itu cuma mimpi? Ataukah itu sebuah pesan dari Andini yang dikirim untukku, agar aku ikhlas melepas Andini tuk bersama siapapun pria itu? Haruskah seperti itu? Oh Tuhan.. Aku enggak yakin bisa ngelewati ini semua. Andini begitu sempurna, dan bila mimpi itu sebuah pesan untukku, maka itulah kesempurnaan terakhir Andini yang ia miliki.

Tuhan, bersama tulisan ini, kuyakin Engkau Maha mengetahui sesuatu yang Ghaib, Engkau Maha mengetahui segalanya, Engkaulah pembuat skenario hidup terhebat. Bila dalam nyata, mimpi itu benar adanya, takkan ku ingkari itu Tuhan, tetap akan aku syukuri semuanya, bila itu terbaik bagi Andini, dan bila itu jalan bagiku tuk membalas kebaikannya selama ini.

Andini, aku ikhlas,.. dengan doa tulus, aku melepasmu sekarang.